Diposting oleh : Administrator
Kategori: Seputar BPJS - Dibaca: 34 kali
Mulai dari data tentang jumlah orang miskin dan tidak mampu, pemahaman dokter akan program BPJS Kesehatan dan kesiapan fasilitas kesehatan.
�
Menjelang 27 hari beroperasinya BPJS Kesehatan, pemangku kepentingan
terus melakukan persiapan. Selaras dengan persiapan itu Ketua DPR,
Marzuki Ali, meminta PT Askes mengantisipasi potensi masalah yang muncul
ke depan. Askes diimbau untuk aktif dalam memberi informasi kepada
masyarakat tentang pelayanan kesehatan yang diberikan negara lewat
program Jaminan Kesehatan yang digelar BPJS Kesehatan. Layanan informasi
bisa diberikan melalui media center.
Dengan media center BPJS Kesehatan, Marzuki melanjutkan, masyarakat
dapat mengetahui bagaimana pemerintah melaksanakan kewajibannya memenuhi
hak rakyat di bidang kesehatan. Konstitusi telah mengamanatkan seluruh
rakyat Indonesia berhak mendapatkan jaminan sosial, dan kemudian
dibentuk UU SJSN dan BPJS.
Marzuki melihat proses pengesahan UU SJSN dan BPJS cukup fenomenal
karena ada penolakan dari beberapa BUMN yang menyelenggarakan jaminan
kesehatan dan sebagian serikat pekerja. Mereka melihat BPJS sebagai
kebijakan yang tidak pro rakyat. Untuk itu, para pemangku kepentingan
harus membuktikan lewat BPJS Kesehatan, pemerintah melaksanakan
kewajibannya memberikan Jaminan Sosial untuk rakyatnya tanpa
diskriminasi.
Walau begitu Marzuki mengingatkan ada persoalan yang perlu diperhatikan.
Sampai saat ini pemerintah dirasa belum mampu menghasilkan data yang
valid tentang jumlah orang miskin dan tidak mampu. Golongan masyarakat
miskin adalah target bantuan pemerintah. Marzuki mengingatkan �sudah
ada�UU
No. 13 Tahun 2011�tentang Penanganan Fakir Miskin yang
mengamanatkan pengembangan database masyarakat miskin. Masalahnya,
jumlah orang miskin di Indonesia masih beragam. �Tidak ada yang valid
dan bisa dipercaya,� katanya dalam peluncuran Media Center BPJS
Kesehatan di kantor PT Askes Jakarta, Selasa (3/12).
Potensi masalah lainnya menurut Marzuki berkaitan dengan kepercayaan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan pemerintah.
Pasalnya, dalam program jaminan kesehatan yang selama ini digelar
pemerintah, peserta masih dipungut biaya untuk obat jenis tertentu.
Padahal, obat itu di tidak termasuk dalam daftar program Jaminan
Kesehatan atau hanya obat tambahan yang disodorkan oleh dokter yang
mengobati peserta.
BPJS Kesehatan juga harus memperhatikan penyaluran kartu peserta dengan
baik, dan fasilitas layanan di rumah sakit. Sehingga masyarakat yang
berhak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Pemda perlu mengalokasikan
anggaran yang cukup untuk memperkuat infrastruktur kesehatan. Pasalnya,
ke depan, Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan pemerintah daerah
(Jamkesda) tidak berlaku lagi. �Biar lancar pelaksanaan BPJS
Kesehatannya,� ujarnya.
Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Akmal
Taher, mengatakan tugas Kemenkes bukan hanya menyiapkan fasilitas
kesehatan untuk peserta BPJS Kesehatan, tetapi juga menangani seluruh
penduduk Indonesia yang jumlahnya sekitar 250 juta jiwa. Kemenkes sudah
menyiapkannya. Tapi, persiapan itu harus ditingkatkan lagi karena
program BPJS Kesehatan menuntut kualitas pelayanan kesehatan yang lebih
baik.
Atas dasar itu Akmal menyebut Kemenkes membuat standarisasi pelayanan
untuk pemberi pelayanan kesehatan di tingkat primer dan lanjutan. Dengan
begitu diharapkan peserta BPJS Kesehatan mendapat pelayanan yang baik
sebagaimana amanat peraturan perundang-undangan. Seluruh fasilitas
kesehatan milik pemerintah wajib bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Namun, Akmal mengatakan sampai saat ini pemerintah masih kekurangan
sejumlah fasilitas kesehatan, seperti tempat tidur di RS. Untuk
mengatasi masalah itu BPJS Kesehatan diimbau untuk menggandeng RS
swasta. �RS kita (milik pemerintah,-red) masih kekurangan 11 ribu tempat
tidur,� ungkapnya.
Direktur Utama PT Askes, Fachmi Idris, mengatakan peserta yang dikelola
PT Askes sekarang sekitar 16,4 juta orang. Ketika BPJS Kesehatan
berjalan tahun depan jumlah peserta ditargetkan minimal 121,6 juta
orang. Untuk memberikan pelayanan yang baik terhadap ratusan juta
peserta itu menurut Fachmi bukan hal mudah. Sebab harus dibarengi dengan
kesiapan fasilitas kesehatan yang memadai. Jika persiapan itu tidak
dilakukan dengan baik Fachmi khawatir media akan menyorot bahwa
penyelenggaraan BPJS Kesehatan secara umum bermasalah sehingga
mempengaruhi perspektif publik. Padahal, yang terjadi tidak seperti itu.
Fachmi
mengakui ada persoalan yang menjadi tanggungan Kemenkes dan harus
segera diselesaikan. Yaitu tunggakan membayar klaim terhadap RS yang
sudah memberikan pelayanan untuk peserta Jamkesmas yang totalnya
mencapai Rp1,8 triliun. Ia berharap pemerintah dengan bantuan DPR segera
menuntaskan persoalan tersebut. Sehingga, BPJS Kesehatan dapat berjalan
lancar. �Kalau tidak maka RS berpotensi menolak peserta,� tuturnya.�
0 komentar:
Posting Komentar